Greenness

Greenness

Rabu, 12 Februari 2014

CARA MENGUBAH SMADAV 9.6 MENJADI PRO


Selamat pagi teman-teman seperti yang sebelumnya saya akan posting cara merubah SMADAV free menjadi pro, smadav ini memang setiap saat di update pasti jadi free lagi sekarang saya kasih KEY smadav 9.6.1 yang baru saja di luncurkan, tanfa panjang lebar ikutin caranya sebagai berikut :. 
Untuk memasang  Antivirus Smadav 9.6.1 pada komputer/Laptop anda menjadi pro, silahkan teman-teman ikuti langkah-langkah yang saya berikan dibawah ini.
Cara Mengembalikan Smadav yang ter-Backlist ke free lagi:
  1. Exit RTP Smadav (ada di Tray Icon pojok kanan bawah: klik kanan lalu Exit)
  2. Disconect dari internet.
  3. Buka Registry Editor, caranyapencet tombol kombinasi pada keyboard (Logo Windows + R), kemudian          tuliskan Regeditkemudian OK.
  4. Buka HKEY_CURRENT_USER >Software > Microsoft >Notepad
  5. Hapus semua Key yang ada tulisan ifpitchAndfamily.
  6. Tutup Registry Editor.
  7. jalankan Smadav.
  8. Kemudian Klik Tap Setting lalu masukkan Name dan Key dibawah ini.
          Nama : Arianto
          Key   : 081300632099
 Jangan lupa coment yea  guys,,,,,,,Thank's,,,,

Senin, 03 Februari 2014

BAHAYA AIR ASAM TAMBANG (AAT)

            Air Asam Tambang (AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD) merupakan bahaya lingkungan terbesar dari aktivitas pertambangan (batubara, mineral logam, maupun uranium) baik pertambangan di negara-negara berkembang atau maju, baik pertambangan yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif (bekas tambang). Banyak orang menyepelekan masalah AAT baik kalangan umum, pemerintah, dan bahkan industri pertambangan sendiri. Kalangan umum memang wajar jika tidak terlalu memperdulikan problem AAT karena ketidak-tahuan akibat tiadanya informasi.
Dan jika ketidak-tahuan (atau ketidak-mau-tahuan) terjadi di kalangan pemerintah (daerah) maupun pelaku industri pertambangan, maka ini berita buruk. Mengapa? Karena masalah AAT yang berasal dari aktivitas pertambangan ini telah diatur sejak 13 tahun silam melalui Kepmen Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1211.KJOO8/M.PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum dan Permen Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003.
            Memang jika kita baca kedua peraturan tersebut tidak ada secara eksplisit disebut mengenai AAT, hanya ada peraturan mengenai nilai ambang batas pH yaitu 6-9 (Permen Lingkungan Hidup No. 113 Tahun 2003). Terkadang aturan mengenai pH ini membuat kita mengambil kesimpulan yang salah, yakni menganggap pH rendah sebagai sesuatu yang buruk. Kesimpulan salah ini ternyata masih dipercaya kebenarannya bahkan oleh pelaku pertambangan. pH memang berhubungan erat dengan keasaman (acidity) namun pH hanyalah indikator  konsentrasi ion-ion hidrogen dalam air dan bukanlah indikator utama adanya AAT .


Air Asam Tambang (AAT)
Air dengan pH rendah belum tentu AAT dan juga belum tentu berbahaya. Air dengan pH yang sama-sama rendah bisa berasal dari sumber yang berbeda contohnya yang berasal dari areal tambang dan lainnya berasal dari air rawa/gambut. Air dengan pH rendah dari areal pertambangan ini disebut AAT dan berbahaya, namun air dengan pH rendah pada daerah rawa atau gambut tidak mematikan atau berbahaya bagi lingkungan. Pada AAT, keasaman air berasal dari oksidasi pirit (Pyrite, FeS2) dengan air dan udara menghasilkan asam sulfur (H2SO4) sedangkan pada air pada lahan gambut/rawa berasal dari asam-asam polyuronic di dalam dinding sel Sphagnum (tumbuhan yang banyak terdapat di gambut/rawa) dalam bentuk senyawa COOH.
Keasaman (acidity) dan juga ke-basa-an (alkalinity) dinyatakan dalam mg/l CaCO3. Nah, biasanya air dengan pH rendah aciditynya juga rendah, namun pada AAT  total acidity-nya sangat-sangat tinggi (110-64.000 mg/l CaCO3) sedangkan pada air gambut hanyalah berkisar 0.56 – 0.82 mg/l CaCO3. Selain itu, karakteristik lain yang berbeda antara AAT dan air gambut/rawa meski memiliki pH sama rendah adalah tingkat konduktivitas yang tinggi pada AAT (600 – 30.000 µS/cm) dan rendah pada air gambut/rawa (<100 µS/cm) yang terkait dengan kemampuan AAT untuk melarutkan logam berat.
AAT, terutama yang mengalir, memiliki kemampuan untuk melarutkan logam berat dari material yang dilewatinya, umumnya material tanah/batuan penutup pada operasi pertambangan terbuka. Jenis logam berat yang bisa terlarut antara lain: arsenik, kadmium, tembaga, perak, dan seng. Seluruh logam berat ini jika konsentrasinya dalam air melibihi nilai ambang batas, akan sangat mematikan bagi tumbuhan dan hewan yang hidup di perairan.

Sumber dan Bahaya AAT
            AAT berasal dari reaksi mineral pirit dengan udara dan air. Mineral pirit sebenarnya adalah mineral yang paling umum di temukan pada kerak bumi. Aktivitas penggalian utamanya dalam skala luas pada kerak bumi seperti pada aktivitas pertambangan akan menyebabkan mineral-mineral pirit terkspose terhadap air dan udara sehingga akhirnya terjadilah AAT. Batuan atau tanah yang banyak mengandung pirit dan menjadi sumber AAT disebut dengan Acid Rock Drainage (ACD). ARD ini dapat terus-menerus menjadi sumber terjadinya AAT bahkan dapat bertahan hingga ratusan tahun (hasil studi Nordstrom dan Alpers (1999) dan Kalin et al. (2006)).  Artinya, jika material ARD ini terus-menerus dibiarkan maka ia akan terus-menerus memproduksi AAT, sehingga efek buruknya juga akan berlangsung terus-menerus.
           Efek buruk AAT adalah ia sangat mematikan bagi organisme perairan terutama organisme kecil termasuk ikan. AAT tidak juga hanya mencemari perairan namun juga tanah dan lahan. AAT juga meningkatkan laju pelarutan dan melepaskan berbagai jenis logam (utamanya logam berat) yang semakin meningkatkan efek negatif AAT terhadap lingkungan. Bahaya bagi manusia? Tentu air yang terkontaminasi AAT sangat tidak layak untuk dikonsumsi dan AAT dengan sifat korosifnya yang tinggi dapat membuat infrastruktur seperti jembatan dapat cepat berkarat dan rusak.
            Negara-negara maju seperti Kanada, Amerika, dan Australia ternyata masih menderita kerugian dari AAT yang berasal dari aktivitas pertambangan puluhan bahkan seratus tahun lampau. Di Australia, biaya rehabilitasi lahan dan perairan untuk menanggulangi AAT mencapai US $ 60 juta (Rp. 600 Milyar) per tahun. Di Kanada bahkan ada departemen  khusus untuk menangani AAT yaitu or National Mine Environment Neutral Drainage (Penetralan Air di Lingkungan Tambang Nasional/NMEND).  
AAT di Kalsel
            Problem AAT di Kalsel adalah sesuatu yang nyata dan bukanlah hanya suatu keniscayaan. Dengan banyaknya aktifitas pertambangan batubara yang ekstensif terutama maraknya penambangan ilegal (PETI) beberapa tahun lampau di Kalsel maka dapat dipastikan AAT telah menjadi problem nyata. Bukaan bekas tambang PETI dan tumbukan overburden (lapisan penutup) batubara yang menyebabkan terekspose-nya material Acid Rock Drainage (ARD) yang kaya mineral pirit menyebabkan adanya sumber AAT yang kontinu sepanjang waktu selama ada air dan udara yang bereaksi dengan pirit.
Ratusan pelaku tambang-tambang kecil yang memperoleh ijin KP dari Bupati sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali melakukan upaya pengelolaan AAT. Beberapa tambang besar (pemegang ijin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara/PKP2B) telah melakukan usaha pengelolaan AAT dengan benar sehingga berhasil menetralkan AAT sebelum masuk ke perairan umum. Sebagian lainnya hanya melakukan upaya pengelolaan AAT setengah hati sehingga hasilnya masih belum sesuai ketentuan (pH netral 6-7) atau membangun kolam pengendapan dan pengelolaan yang tidak cukup untuk meng-cover seluruh AAT di areal tambang. Dengan demikian, AAT telah secara umum mengalir ke perairan umum di Kalsel.
Ke depan
            Isu AAT harus senantiasa dihidupkan di Kalsel karena AAT bukanlah masalah sepele namun masalah serius yang dampak negatifnya tidak hanya akan dirasakan generasi saat ini namun juga generasi mendatang. Masyarakat harus mengetahui bahaya AAT ini secara benar karena merekalah yang pertama kali akan merasakan dampak buruknya. Meningkatnya kesadaran lingkungan masyarakat dalam hal AAT akan memberikan social pressure bagi seluruh pelaku pertambangan di Kalsel untuk tidak mengabaikan kewajibannya mengelola AAT dari areal tambangnya dan memastikan seluruh air yang berasal dari areal tersebut telah memenuhi semua parameter kualitas air sesuai ketentuan Permen LH No. 13 Tahun 2003.
            Pemerintah, utamanya Pemkab, harus juga pro-aktif untuk mengantisipasi dan menanggulangi problem AAT ini. Pemkab harus punya tanggung-jawab moral untuk menjaga lingkungannya dan tidak hanya terus-menerus menerbitkan KP yang taken for granted tanpa disertai upaya pengawasan bagaimana aktivitas penambangan setelah KP terbit. Ijin KP yang ratusan jumlahnya dalam satu kabupaten bukanlah suatu yang rasional. Hal ini menunjukkan bahwa pemkab-pemkab yang menerbitkannya tidak memiliki sense of belonging terhadap lingkungan dan hanya memiliki sense of getting money secara instan dan cepat. Secepat suatu ijin KP dari eksplorasi sampai produksi keluar yang tanpa disertai upaya pengawasan bagaimana pemilik KP melakukan aktifitas pertambangannya, maka akan secepat itu pula kerusakan lingkungan akan terjadi, tidak hanya terkait AAT namun juga kerusakan lahan berserta keaneka-ragaman hayati di atasnya.
            Lebih jauh, pemerintah harus juga mempersiapkan tenaga-tenaga teknis yang kompeten untuk mengawasi aktifitas pertambangan. Kompetensi ini sangat penting dimiliki pemkab untuk menghadapi pelaku pertambangan yang umumnya profesional, sehingga misalnya terjadi adu argumentasi dengan pelaku usaha pertambangan, maka petugas teknis pemkab akan bisa meng-counternya dengan tepat. Misalnya, ada argumen yang menyatakan bahwa menetralisir pH pada AAT tidak penting karena di Kalimantan airnya banyak yang ber-pH rendah. Dengan adanya tenaga teknis yang kompeten, tentu argumen ini dapat dengan mudah dipatahkan.
            Kita memang dikenal sebagai bangsa yang memiliki banyak aturan namun sekaligus bangsa yang gemar melakukan pelanggaran terhadap aturan yang kita buat sendiri. Peraturan hanya macan kertas jika tanpa disertai tindakan tegas implementasinya. Peraturan yang ada sudah sangat jelas bahwa AAT harus dikelola dan hasilnya harus sudah sesuai peraturan yang berlaku sebelum AAT dialirkan ke perairan umum. There is no excuse. Sudah saatnya eksploitasi sumberdaya mineral (terutama batubara) tidak lagi mengorbankan lingkungan.
            Kebijakan no excuse atau zero tolerance terhadap pelaku pertambangan mengenai AAT akan membuat pelaku pertambangan untuk lebih besar  lagi menambah budget pengelolaan lingkungan dan tidak melulu mengejar target produksi sementara target keberhasilan pengelolaan lingkungan selalu dinafikan. Budget yang cukup dalam pengelolaan lingkungan tidak hanya akan menentukan keberhasilan pengelolaan AAT di areal tambang namun juga akan mendorong industri pertambangan untuk mencoba metode dan teknologi baru pengelolaan AAT.
Selama ini hanya satu teknologi yang dikenal dan dipraktekkan oleh pelaku pertambangan besar dan kecil di Kalsel dalam rangka pengelolaan AAT yaitu melarutkan kapur atau gamping dalam kolam pengendapan dan pengelolaan (settling pond) AAT, padahal di dunia pertambangan masih banyak metode lain yang tersedia baik pengelolaan pasif (passive treatment) maupun aktif (active treatment) AAT. Metode-metode ini tidak melulu memakai teknologi canggih, malah justru saat ini teknologi-teknologi yang ramah lingkungan seperti memanfaatkan tumbuhan perairan rawa/gambut (constructed wetlands) yang dikembangkan untuk mengatasi AAT. Kemandegan metode pengelolaan AAT di Kalsel ini akan pecah jika kebijakan no excuse atau zero tolerance diterapkan kepada seluruh pelaku pertambangan yang beroperasi di Kalsel.

Didik Triwibowo, ST, MEnvMan
Alumni Program Master of Environmental Management, The University of Queensland, Australia
Email: didik.triwibowo@uqconnect.edu.au, d12k3w@yahoo.com